ILMU TANPA AGAMA BUTA, AGAMA TANPA ILMU
LUMPUH
(Posting : Kiriman dari Maman Rukmana - Pandeglang - Banten 27/02/2012)
Bila seseorang memiliki
pengertian (understanding) atau sikap
(attitude) tertentu, yang
diperolehnya melalui pendidikan dan pengalaman sendiri, maka dianggap yang
bersangkutan memiliki pengetahuan atau berilmu. Begitu juga bila seseorang
memiliki keterampilan (skill) yang
diperolehnya melalui latihan atau praktik, maka orang tersebut dikatakan
memiliki keahlian. Namun keahlian ini tentu diperoleh yang bersangkutan setelah
mengalami proses tahu atau mengerjakan terlebih dahulu yang tidak lepas dari
ilmu. Prinsipnya ilmu itu berhubungan dengan proses memperoleh tahu atau
pengetahuan termasuk skill di dalamnya. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat
Peter Drucker dalam bukunya The Effective Executive yang mengatakan
bahwa kebiasaan yang berurat berakar yang tanpa dipikirkan (in thinking habit) telah menjadi kondisi
tak sadar (reflex condition), tetap
sebelumnya harus merupakan pengetahuan yang dipelajari dan dibiasakan. Pendapat
lain mengatakan bahwa ilmu itu sama dengan keterampilan, hanya bedanya
keterampilan diperoleh melalui latihan dan belajar sedangkan ilmu diperoleh
melalui proses pembelajaran dan mencari-cari.
Ilmu merupakan kumpulan
pengetahuan yang telah teruji kebenarannya secara empiris. Batas penjelajahan
ilmu sempit sekali, hanya sepotong atau sekeping saja dari sekian permasalahan
kehidupan manusia, bahkan dalam batas pengalaman manusia itu, ilmu hanya
berwenang menentukan benar atau salahnya suatu pernyataan. Jadi, masih bersifat
nisbi. Sedangkan agama, adalah suatu kebenaran yang mutlak. Suatu kebenaran
yang tidak perlu dibicarakan lagi pembuktiannya.
Ilmu adalah bagian dari
pengetahuan, sehingga setiap ilmu sudah pasti merupakan bagian dari
pengetahuan. Sebaliknya setiap pengetahuan belum tentu dikatakan ilmu. Mengapa?
Karena sebuah pengetahuan bisa dikatakan ilmu apabila telah memenuhi beberapa
persyaratan di antaranya: ilmu harus ada objeknya, terminologinya,
metodologinya, filosofisnya, sistematikanya, bersifat universal dan teori yang
menyertainya.
Ilmu berkaitan juga dengan
penelitian ilmiah. Penelitian dapat dilakukan dalam segala disiplin ilmu. Dalam
sebuah penelitian untuk menemukan kebenaran ilmiah, ada yang memakai hipotesis
yang harus dibuktikan. Bila tidak dibuktikan dan diuji, si peneliti sudah
barang tentu tidak mengetahui sejauhmana kebenaran ilmiahnya. Hal ini sejalan
dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:
“Dan
mereka tidak mempunyai suatu pengetahuan pun tentang itu. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada
berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”. (QS.
An-Najm: 28)
“… dan mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja”. (QS.
Al-Jaatsiyah: 24)
Nabi Muhammad SAW
memerintahkan agar umat Islam melakukan penelitian dan beliau juga
menyebut-nyebut tentang ilmu pengetahuan sebagaimana diriwayatkan oleh
hadist-hadist.
Dua di antara sekian hadist berbunyi:
1. Barangsiapa menghendaki dunia, maka dia
harus mencapainya dengan ilmu. Barangsiapa menghendaki akhirat maka dia harus
mencapinya dengan ilmu. Dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka dia harus
mencapainya dengan ilmu.
2. Marifat adalah modalku, akal fikiran
adalah sumber agamaku, cinta adalah dasar hidupku, rindu adalah kendaraanku,
berdzikir adalah kawan dekatku, keteguhan adalah perbendaharanku, duka adalah
kawanku, ilmu adalah senjataku, ketabahan adalah pakaianku, kerelaan adalah
sasranku, faqr adalah kebanggaanku, menahan diri adalah pekerjaanku, keyakinan
adalah makananku, kejujuran adalah perantaraku, ketaatan adalah ukuranku,
berjihad adalah perangaiku, hiburanku adalah dalam bersembahyang.
Dari pembahasan di muka, salah
satu yang harus digarisbawahi adalah bahwa agama (Islam dengan Al-Qur’an-nya)
merupakan sumber dari segala disiplin ilmu. Termasuk ilmu filsafat. Filsafat
menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
terdalam, tetapi tidak berubah, atau permenungan yang sedalam-dalamnya tentang
sebab “ada” dan “perbuat”. Kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai pada
“mengapa” yang penghabisan. Pertanyaan yang berkaitan dengan filsafat bersifat
kritis dan mendalam.
Berangkat dari dua hadist di
atas, ilmu dan agama adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling
mementingkan dan berkaitan. Mengapa? Karena keduanya merupakan instrumen dalam
menjalani kehidupan. Untuk mencapai dunia dan akhirat dipersyaratkan dengan
ilmu. Sedangkan ilmu bersumber dari agama. Maka: perilaku, bermasyarakat,
bernegara sangat memerlukan agama dan ilmu untuk menuntunya agar bisa berjalan
dengan benar. Sebagai makhluk berakal, manusia sangat menyadari kebutuhannya
untuk memperoleh kepastian, baik pada tataran ilmiah maupun ideologi. Melalui
ilmu, manusia berhubungan dengan realitas dalam memahami keberadaan diri dan
lingkungannya. Sedangkan agama menyadarkan manusia akan hubungan keragaman
realitas tersebut, untuk memperoleh derajat kepastian mutlak, yakni kesadaran
akan kehadiran Tuhan. Keduanya sama-sama berjalan realitas.
DAFTAR BACAAN
Drucker, Peter. 1988. The Effective Executive. London: Oxford University.
Garaudy, Roger. 1986. Mencari Agama Abad
XX Wasiat Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.
Sumiasumantri, Jujun S. 1985. Ilmu dalam
Perspektif. Jakarta: Gramedia.
Yunus, Mahmud. 1985. Tafsir Quran karim.
Jakarta: Hida Karya Agung.
Ditunggu Posting dari rekan Alumni yang lainya !!!!!
Posting berisikan Inovasi seputar Pendidikan dan Teknologi Informasi Komunikasi